Seseorang Yang Sudah Tua Namun Masih Terombang-Ambing Kenikmatan Indria Adalah Dungu


Theruwansaranai!
තෙරුවන් සරණයි!
Sukhi Hotu Kalyāṇamitta

SESEORANG YANG SUDAH TUA NAMUN MASIH SAJA TEROMBANG-AMBING OLEH KENIKMATAN INDRIA TIADA HABIS, MAKA ORANG INI ADALAH ORANG TUA DUNGU
Penulis masih ingat dengan kata pepatah yang beredar di masyarakat umum dan cenderung masih dipercaya sampai kini, yang katanya "seseorang yang 'makan garam' banyak (lebih tua) adalah orang yang lebih berpengalaman". Sekilas memang kata pepatah ini tampak benar, namun perlu diteliti kembali, "berpengalaman" dalam konteks apakah ?? Jika yang dimaksud adalah berpengalaman dalam hal seputar kehidupan materialis duniawi itu sifatnya Standard saja, jika berpengalaman dalam berbuat kebajikan maka itu lah yang betul orang tua yang berpengalaman "pemakan garam banyak" sesungguhnya yang patut dihormati dan diteladani.
Akan tetapi jika yang dimaksud adalah berpengalaman dalam hal berfoya-foya, menikmati kenikmatan indria tiada habis, mengumbar Kilesa, dan lain sebagainya, maka Orang Tua yang sudah "banyak makan garam" ini tak lain hanyalah orang dungu yang tak berguna.
Mari disimak dalam Sutta berikut ini..

SAMACITTAVAGGA
“Brahmana, Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna, yang mengetahui dan melihat, telah menyatakan tahap ketuaan dan tahap kemudaan. Walaupun seseorang berusia tua—delapan puluh, sembilan puluh, atau seratus tahun sejak lahir—jika ia menikmati kenikmatan indria, berdiam dalam kenikmatan indria, terbakar oleh nafsu kenikmatan indria, termakan oleh pikiran-pikiran kenikmatan indria, bersemangat dalam mencari kenikmatan indria, maka ia dianggap sebagai seorang tua dungu yang kekanak-kanakan. Tetapi walaupun seseorang berusia muda, seorang pemuda berambut hitam, memiliki berkah kemudaan, dalam tahap utama kehidupan, jika ia tidak menikmati kenikmatan indria, tidak berdiam dalam kenikmatan indria, tidak terbakar oleh nafsu kenikmatan indria, tidak termakan oleh pikiran-pikiran kenikmatan indria, tidak bersemangat dalam mencari kenikmatan indria, maka ia dianggap sebagai seorang sepuh bijaksana.”
(dikutip dari : Tipiṭaka, Suttapiṭaka, Aṅguttaranikāya, Dukanipāta, Paṭhamapaṇṇāsaka, Samacittavagga, AN 2.38)

Sādhu...Sādhu...
Demikianlah telah dijelaskan di Sutta tersebut diatas.
Kalyāṇamitta kemudian dapat melihat sendiri, inilah ajaran Luhur yang sangat adil dan tidak timpang sebelah atau diskriminasi tertentu, jika Salah ya tetap salah, dan jika Benar ya haruslah dibenarkan. Dan konsep salah dan benar itu harus dilihat dari kacamata berdasarkan Buddha Dhamma. Bukan ajaran suku, Ras, Golongan, Kelompok dan ajaran lain nya. Memahami ini dengan baik berarti menjadi orang Bijaksana. Bukan serta merta lalu jika seseorang yang sudah sepuh (banyak 'makan garam') dan di tuakan, ia lalu merasa harus dihormati, namun dengan sikap nya yang buruk itu, pantaskah sebenarnya dia untuk dihormati ??! Sadarilah jika selama ini salah, dan sebagai "orang yang sudah banyak makan garam" bukan berarti segala hal yang dilakukan itu pasti benar. Tetapi Seharusnya mampu untuk dinasehati dan mau berubah menjadi lebih baik, Orang yang Tua seperti inilah yang bijaksana dan menjadi panutan. Banyak orang yang mengaku sudah berumur dan sepuh tapi memang kelakuan nya masih sangatlah patut di cap Dungu, bahkan masih kalah dengan beberapa anak-anak muda yang lebih bijaksana dan bersikap benar sesuai Dhamma. Maka setelah memahami ini, seharusnya istilah "Pemakan banyak garam" ini tidaklah perlu dipakai lagi, sebab sudah usang, dan banyak melenceng nya.

Semoga Cita-Cita luhur anda tercapai
Semoga semua Makhluk Hidup berbahagia..
Nibbāna paccayaṃ hotu
Ciraṁ tiṭṭhatu saddhammo
Buddhasāsanaṁ ciraṁ Tiṭṭhatu
Sādhu...Sādhu...

22 Agustus 2025
Mettācittena,
Viriyaputta, upāsaka