Senin, 20 Maret 2023

Dua Belas Hutang Kamma Sang Buddha

Berikut ini secara singkat dua belas balasan (yang juga dapat dianggap sebagai dua belas hutang samsara) yang harus dihadapi oleh Bhagava:


(I) Balasan pertama – Fitnahan Sundari

Dalam kehidupan lampau, Bakal Buddha adalah seorang pemabuk bernama Munali. Ia menuduh Pacceka Buddha bernama Surabhi dengan tuduhan kasar, “Orang ini adalah orang yang tidak bermoral yang menyenangi kenikmatan indria secara diam-diam.”

Karena kejahatan ucapan-Nya, Beliau terlahir kembali di alam penderitan terus-menerus (Niraya). Dan dalam kehidupan terakhirnya sebagai Bhagava, di depan umum Beliau dituduh oleh Sundari, petapa pengembara perempuan sebagai pencari kesenangan dan telah menjalin hubungan cinta dengannya.


(II) Balasan kedua – Fitnahan Cincamana

Dalam kehidupan lampau, Bakal Buddha adalah seorang siswa bernama Nanda dari seorang Pacceka Buddha bernama Sabbabhibhu. Ia menuduh gurunya sebagai seorang yang bersifat tidak baik.

Karena kejahatan ucapan-Nya, Beliau harus menderita selama seratus ribu tahun di Alam Niraya. Ketika terlahir sebagai manusia, sering kali Beliau dituduh melakukan kejahatan. Dalam kehidupan terakhir-Nya sebagai Buddha, di depan umum Beliau dituduh oleh Cincamana sebagai seorang asusila yang menyebabkan kehamilannya.


(III) Balasan ketiga – 500 Murid Buddha menerima fitnahan Sundari

Bakal Buddha adalah seorang brahmana guru yang menguasai tiga Veda, seorang yang sangat terhormat. Sewaktu Beliau sedang mengajarkan Veda di Hutan Mahavana kepada lima ratus siswa, mereka melihat di angkasa seorang petapa suci bernama Bhama mendatangi hutan ini dengan kekuatan batinnya. (Bukannya terinsiprasi) Bodhisatta memberitahu lima ratus siswa-Nya bahwa petapa itu adalah seorang munafik yang mencari kesenangan. Para siswa mempercayai apa yang dikatakan oleh guru mereka dan menyebarkan kata-kata gurunya tentang petapa suci itu sewaktu ia sedang mengumpulkan dana makanan.

Lima ratus siswa itu terlahir kembali sebagai para bhikkhu siswa Bhagava. Karena fitnah yang mereka lakukan terhadap sang petapa suci sebagai lima ratus siswa brahmana guru dalam kehidupan lampau, mereka dituduh telah membunuh Sundari, si petapa pengembara perempuan, yang sebenarnya adalah korban para petapa itu. Harus dimengerti bahwa tuduhan terhadap para siswa Buddha juga berarti tuduhan terhadap Bhagava sendiri.


(IV) Balasan kempat – Percobaan pembunuhan oleh Devadatta dengan menggunakan batu besar

Dalam kehidupan lampau, Bakal Buddha membunuh adik sepupunya karena iri hati. Ia melemparkan adiknya ke dalam jurang kemudian melemparnya dengan sebuah batu besar.

Karena perbuatan jahat itu, Bhagava dalam kehidupan terakhirnya, menjadi korban rencana Devadatta yang hendak membunuh-Nya; tetapi karena seorang Buddha tidak dapat dibunuh, Beliau hanya menderita luka di jari kaki-Nya karena terkena pecahan batu yang dijatuhkan dari atas bukit oleh Devadatta.


(V) Balasan kelima – Percobaan pembunuhan oleh Devadatta dengan mengirimkan kelompok pembunuh

Dalam salah satu kehidupan lampau, Bakal Buddha adalah seorang anak nakal dan ketika Beliau bertemu dengan seorang Pacceka Buddha dalam suatu perjalanan, untuk bersenang-senang, Beliau melempari pribadi mulia tersebut dengan batu.

Karena perbuatan jahat itu, Bhagava pernah diserang oleh sekelompok pemanah yang diutus oleh Devadatta yang bertujuan untuk membunuh Buddha.


(VI) Balasan keenam – Percobaan pembunuhan oleh Devadatta dengan menggunakan Gajah Nalagiri

Ketika Bakal Buddha adalah seorang penunggang gajah, Beliau dengan gajah-Nya, menakut-nakuti seorang Pacceka Buddha yang sedang mengumpulkan dàna makanan yang seolah-olah hendak menginjak-injak orang mulia tersebut.

Karena perbuatan itu, Bhagava diancam oleh seekor gajah mabuk bernama Nalagiri di Rajagaha yang dikirim (oleh Devadatta) untuk menginjak-injak Bhagava.


(VII) Balasan ketujuh – Terluka akibat pecahan batu yang digelindingkan Devadatta

Dalam salah satu kehidupan lampau-Nya, Bodhisatta adalah seorang raja. Karena keangkuhan-Nya sebagai raja, ia mengeksekusi seorang narapidana (tanpa mempertimbangkan akibat kamma) dengan tangan-Nya sendiri menusuk orang itu dengan tombak.

Kejahatan itu membawa-Nya ke alam penderitaan terus-menerus selama banyak tahun yang sangat lama. Dalam kehidupan-Nya sebagai Bhagava, Beliau menerima perawatan atas jari kaki-Nya yang luka dengan dibedah oleh Jivaka, seorang dokter ahli, untuk menyembuhkannya (saat terkena pecahan batu yang dijatuhkan oleh Devadatta).


(VIII) Balasan kedelapan – Pembantaian Sanak Keluarga Sakya dan sakit kepala yang dialami Buddha

Dalam salah satu kehidupan lampau-Nya, Bakal Buddha terlahir dalam sebuah keluarga nelayan. Beliau biasanya bergembira menyaksikan sanak saudara-Nya menyakiti dan membunuh ikan. (Beliau sendiri tidak melakukan pembunuhan).

Sebagai akibat dari kejahatan pikiran-Nya, dalam kehidupan terakhir-Nya sebagai Buddha, Beliau sering mengalami sakit kepala. (sedangkan sanak saudara-Nya dalam kehidupan itu, mereka terlahir kembali sebagai para Sakya yang dibantai oleh Vinanabha).


(IX) Balasan kesembilan – Menerima dana berupa gandum

Ketika Bakal Buddha terlahir sebagai manusia pada masa ajaran Buddha Phussa, ia mencerca para bhikkhu siswa Buddha dengan berkata, “Kalian hanya pantas makan gandum, bukan nasi.”

Kata-kata kasar itu berakibat, dalam kehidupan terakhir-Nya, Bhagava terpaksa memakan makanan gandum selama masa vassa di Desa Brahmana Veranjà (Beliau menetap di sana atas undangan Brahmana Veranja.”)


(X) Balasan kesepuluh – Sakit punggung pada Sang Buddha

Pernah Bakal Buddha terlahir sebagai seorang petinju bayaran, saat itu ia memukul punggung lawannya hingga patah.

Sebagai akibat dari kejahatan ini, Bhagava dalam kehidupan terakhir-Nya sering mengalami sakit punggung.


(XI) Balasan kesebelas – Diare akut pada Sang Buddha

Ketika Bakal Buddha terlahir sebagai seorang dokter dalam salah satu kehidupan lampau-Nya, ia dengan sengaja meresepkan obat yang menyebabkan sakit perut kepada putra seorang kaya yang enggan membayar jasa-Nya.

Atas kejahatan itu, Bhagavà dalam kehidupan terakhir-Nya menderita penyakit disentri yang akut dan berdarah, sebelum meninggal dunia.


(XII) Balasan kedua belas – Dukkharacariya (penyiksaan diri sebelum menjadi Buddha) selama 6 tahun

Bodhisatta pernah terlahir sebagai seorang brahmana bernama Jotipala. Ia mengucapkan kata-kata hinaan terhadap Buddha Kassapa dengan berkata, “Bagaimana mungkin bahwa orang gundul ini telah mencapai Pencerahan Sempurna? Pencerahan Sempurna adalah hal yang sangat jarang terjadi.”

Kata-kata hinaan ini berakibat tertundanya Pencerahan Sempurna Bhagava. Para Bodhisatta lainnya mencapai Pencerahan Sempurna hanya dalam hitungan hari atau bulan, Buddha Gotama harus melewati enam tahun penuh penderitaan dalam pencarian-Nya.


Dua belas balasan atas kesalahan masa lampau dari Bakal Buddha diceritakan oleh Bhagava sendiri, merujuk pada: Khuddaka Nikàya, Therapadana Pali, 39, Avanaphala Vagga, Pubbakammapilotika Buddha Apadana.


Hal yang bisa dipelajari dari 12 Hutang Karma Sang Buddha:

1. Buddha mengajarkan dan sudah menunjukkan untuk berani menghadapi semua akibat perbuatan yang pernah diperbuat sebelumnya. Mau menghindarpun tidak bisa, lebih baik menghadapi dengan berani.

2. Kamma pada saat tertentu bisa memanfaatkan kondisi yang ada untuk mematangkan buah kamma. Contohnya adalah permusuhan Buddha dan Devadatta. Walaupun demikian, Devadatta tidak melakukan pahala dengan memenuhi kamma yaitu melukai kaki Sang Buddha. Malah Devadatta masuk Neraka Avici karena perbuatannya ini.

3. Jika Sang Buddha “hanya” membayar 12 kamma terakhir-Nya, berapa banyak kamma kita yang masih harus dibayar? Berhentilah menanam kamma buruk sesegera mungkin.

Semoga perenungan ini dapat dimanfaatkan.

 


Sumber :

The Great Chronicle of Buddhas Buku Kedua

Tipitakadhara Mingun Sayadaw