Arti Jhana
Jhana berarti kesadaran atau pikiran yang memusat dan
melekat kuat pada obyek kammatthana atau meditasi, yaitu kesadaran atau pikiran
terkonsentrasi pada obyek dengan kekuatan appana-samadhi (konsentrasi yang
mantap, yaitu kesadaran atau pikiran terkonsentrasi pada obyek yang kuat).
Jhana hanya mampu menekan atau mengendapkan kekotoran batin untuk sementara
waktu. Ia tidak dapat melenyapkan kekotoran batin. Sewaktu-waktu jhana dapat
merosot.
Faktor-Faktor Jhana
Vitakka, ialah penopang pikiran yang merupakan perenungan
permulaan untuk memegang obyek.
Vicara, ialah keadaan pikiran dalam memegang obyek dengan
kuat.
Piti, ialah kegiuran atau kenikmatan.
Sukha, ialah kebahagiaan yang tak terhingga.
Ekaggata, ialah pemusatan pikiran yang kuat.
Tingkatan jhana,
menurut Sutta Pitaka, terdiri atas :
Pathama-Jhana, ialah jhana tingkat pertama, dimana nivarana
telah dapat diatasi dengan seksama. Faktor-faktor jhana yang timbul adalah
vitakka, vicara, piti, sukha, dan ekaggata.
Dutiya-Jhana, ialah jhana tingkat kedua, dimana vitakka dan
vicara mulai lenyap, karena kedua faktor ini bersifat kasar untuk jhana kedua.
Faktor-faktor jhana yang masih ada adalah piti, sukha, dan ekaggata.
Tatiya-Jhana, ialah jhana tingkat ketiga, dimana piti mulai
lenyap, karena piti ini masih terasa kasar untuk jhana ketiga. Faktor-faktor
jhana yang masih ada adalah sukha dan ekaggata.
Catuttha-Jhana, ialah jhana tingkat keempat, dimana sukha
mulai lenyap, karena faktor ini masih terasa kasar untuk jhana keempat. Di
dalam jhana keempat ini hanya ada faktor ekaggata dan ditambah dengan upekkha.
Akasanancayatana-Jhana adalah keadaan konsepsi ruang tanpa batas.
Vinnanancayatana-Jhana adalah keadaan dari konsepsi kesadaran yang tanpa batas.
Akincannayatana-Jhana adalah keadaan dari konsepsi kekosongan.
Nevasannanasannayatana-Jhana adalah keadaan dari konsepsi bukan pencerapan pun tidak bukan pencerapan.
A. Obyek yang dapat
mencapai jhana:
Sepuluh Kasina
Sepuluh Asubha
Satu Kayagatasati
Satu Anapanasati
Satu Anapanasati
Empat Appamanna
Satu Aharapatikulasanna
Satu Catudhatuvavatthana
Empat Arupa
B. Obyek yang tidak
bisa mencapai jhana:
Delapan Anussati
Nivarana
Nivarana berarti rintangan atau penghalang batin yang selalu
menghambat perkembangan pikiran.
Hubungan jhana dan
nivarana
Vitakka menekan Thina-middha (kemalasan dan kelelahan)
Vicara menekan Vicikiccha (keragu-raguan)
Piti menekan Byapada (kemauan jahat)
Sukha menekan Uddhacca-kukkucca (kegelisahan dan kekhawatiran)
Ekaggata menekan Kamachanda (nafsu-nafsu keinginan)
Keadaan Jhana
Jhana secara harfiah berarti api, atau cemerlang. Jadi jhana
bisa diterjemahkan sebagai keadaan mental yang cemerlang.
Sungguh waspada dan terpusat. Ketika seseorang mencapai
jhana, pikirannya tertumpu pada satu objek saja, tidak terpencar sebagaimana
biasanya, dan benar-benar penuh kewaspadaan dan terpusat.
Sebagai contoh, dari penjelasan jhana keempat di atas kita
lihat bahwa kewaspadaan adalah sepenuhnya murni disini. Dimana pikiran tidak
terpencar tetapi terpusat, berada pada keadaan yang murni cemerlang, dan
dipenuhi oleh kebahagiaan.
Jadi makhluk yang mencapai jhana bisa terlahirkan di alam
brahma berbentuk (rupaloka) dengan tubuh yang bersinar dan mengalami
kebahagiaan yang sangat, untuk jangka waktu yang lama. Bagi banyak orang, tahap
ini tidak mudah dicapai karena harus mampu melepaskan keterikatan-keterikatan.
Untuk alasan inilah, maka ia disebutkan sebagai pencapaian
manusia yang luar biasa (uttari manussa dhamma) di dalam berbagai sutta. Empat
jhana ini didefinisikan di berbagai sutta seperti berikut:
Jhana pertama
* Berhentinya persepsi terhadap kenikmatan duniawi
* Persepsi yang halus tapi nyata terhadap kegirangan dan kesenangan
yang terlahir dari kesendirian (DN 9)
* Tidak terlihat oleh mara (MN 25)
* Lima penghalang ditinggalkan dan lima faktor jhana diraih
(MN 43)
* Yang masih belum ditenangkan ke tingkat yang lebih tinggi
(MN 66)
* Pikiran yang tertuju pada hal-hal yang tak bajik lenyap
tanpa sisa (MN 78)
* Berhentinya batin yang masih berbicara (SN 36.11)
* Lenyapnya kesakitan tubuh (SN 48.4.10)
* Berada dalam kediaman yang bahagia (AN 6.29)
* Melampaui jangkauan mara (AN 9.39)
Jhana kedua
* Persepsi yang halus tapi nyata terhadap kegirangan dan
kesenangan yang terlahir dari kesendirian (DN 9)
* Yang masih belum ditenangkan ke tingkat yang lebih tinggi
(MN 66)
* Pikiran yang tertuju pada hal-hal yang bajik lenyap (MN
78)
* Tahap kesunyian Ariya (SN 21.1)
* Berhentinya pemikiran pemicu dan pemikiran yang bertahan
(SN 36.11)
* Kegirangan yang lahir bukan dari hal-hal duniawi (SN
36.29)
* Kesedihan mental lenyap (SN 48.4.10)
Jhana ketiga
* Persepsi yang halus tapi nyata terhadap kesenangan dan
keseimbangan batin (DN 9)
* Yang masih belum ditenangkan ke tingkat yang lebih tinggi
(MN 66)
* Lenyapnya kegirangan (SN 36.11)
* Kesenangan yang lahir bukan dari hal-hal duniawi (SN
36.29)
* Kesenangan tubuh lenyap (SN 48.4.10)
Jhana keempat
* Persepsi yang halus tapi nyata terhadap yang bukan derita
maupun senang (DN 9)
* Kewaspadaan (sati) yang murni dan keseimbangan batin yang
sepenuhnya (MN 39)
* Seluruh tubuh dirembesi oleh pikiran yang terang dan murni
(MN 39)
* Yang sudah tak dapat ditenangkan ke tingkat yang lebih
tinggi (MN 66)
* Bisa berbicara dengan makhluk sorga dan keseluruhan dunia
yang menyenangkan telah direalisasikan (MN 79)
* Keseimbangan batin yang bukan bersifat duniawi (SN 36.29)
* Berhentinya pernafasan (SN 36.11)
* Kesenangan mental lenyap (SN 48.4.10)
* Keluar dari tahap ini, dia berjalan, berdiri dan
seterusnya dengan kebahagiaan yang terlahir dari ketenangan (AN 3.63)
* Menuntun pada penembusan yang sepenuhnya dari elemen yang
tak terhitung (AN 6.29)
DN = Digha Nikaya
MN = Majjhima Nikaya
AN = Anguttara Nikaya
SN = Samyutta Nikaya
Kesimpulan
Pencapaian jhana bisa dicapai dengan obyek meditasi tetapi
tidak semuanya karena ada obyek-obyek yang tidak bisa mencapai jhana. Apabila
faktor-faktor jhana dapat menekan nivarana maka bisa mencapai jhana sesuai dengan
tingkatan-tingkatan jhana itu sendiri.
Referensi :
Diputera, Oka. 2004. Meditasi. Jakarta: Vajra Dharma
Nusantara.
Kaharudin, Pandit. 1991. Abhidhammatasangaha. Jakarta Pusat:
Cv.Nitra Kencana Buana.
Sayadaw, Mahasi. 2001. Purpose Of Practising Kamatthana
Meditation.Jakarta.
Dhammavuddho. 2009. Segenggam Daun Bodhi. Pemuda Theravada Sumatera Utara.