Jumat, 08 Desember 2017

Jhana (Mental Cemerlang)

Arti Jhana
Jhana berarti kesadaran atau pikiran yang memusat dan melekat kuat pada obyek kammatthana atau meditasi, yaitu kesadaran atau pikiran terkonsentrasi pada obyek dengan kekuatan appana-samadhi (konsentrasi yang mantap, yaitu kesadaran atau pikiran terkonsentrasi pada obyek yang kuat). Jhana hanya mampu menekan atau mengendapkan kekotoran batin untuk sementara waktu. Ia tidak dapat melenyapkan kekotoran batin. Sewaktu-waktu jhana dapat merosot.

Faktor-Faktor Jhana
Vitakka, ialah penopang pikiran yang merupakan perenungan permulaan untuk memegang obyek.
Vicara, ialah keadaan pikiran dalam memegang obyek dengan kuat.
Piti, ialah kegiuran atau kenikmatan.
Sukha, ialah kebahagiaan yang tak terhingga.
Ekaggata, ialah pemusatan pikiran yang kuat.

Tingkatan jhana, menurut Sutta Pitaka, terdiri atas :
Pathama-Jhana, ialah jhana tingkat pertama, dimana nivarana telah dapat diatasi dengan seksama. Faktor-faktor jhana yang timbul adalah vitakka, vicara, piti, sukha, dan ekaggata.

Dutiya-Jhana, ialah jhana tingkat kedua, dimana vitakka dan vicara mulai lenyap, karena kedua faktor ini bersifat kasar untuk jhana kedua. Faktor-faktor jhana yang masih ada adalah piti, sukha, dan ekaggata.

Tatiya-Jhana, ialah jhana tingkat ketiga, dimana piti mulai lenyap, karena piti ini masih terasa kasar untuk jhana ketiga. Faktor-faktor jhana yang masih ada adalah sukha dan ekaggata.

Catuttha-Jhana, ialah jhana tingkat keempat, dimana sukha mulai lenyap, karena faktor ini masih terasa kasar untuk jhana keempat. Di dalam jhana keempat ini hanya ada faktor ekaggata dan ditambah dengan upekkha.

Akasanancayatana-Jhana adalah keadaan konsepsi ruang tanpa batas.
Vinnanancayatana-Jhana adalah keadaan dari konsepsi kesadaran yang tanpa batas.
Akincannayatana-Jhana adalah keadaan dari konsepsi kekosongan.
Nevasannanasannayatana-Jhana adalah keadaan dari konsepsi bukan pencerapan pun tidak bukan pencerapan.

A. Obyek yang dapat mencapai jhana:
Sepuluh Kasina
Sepuluh Asubha
Satu Kayagatasati
Satu Anapanasati
Empat Appamanna
Satu Aharapatikulasanna 
Satu Catudhatuvavatthana
Empat Arupa

B. Obyek yang tidak bisa mencapai jhana:
Delapan Anussati

Nivarana
Nivarana berarti rintangan atau penghalang batin yang selalu menghambat perkembangan pikiran.

Hubungan jhana dan nivarana
Vitakka menekan Thina-middha (kemalasan dan kelelahan)
Vicara menekan Vicikiccha (keragu-raguan)
Piti menekan Byapada (kemauan jahat)
Sukha menekan Uddhacca-kukkucca (kegelisahan dan kekhawatiran)
Ekaggata menekan Kamachanda (nafsu-nafsu keinginan)

Keadaan Jhana
Jhana secara harfiah berarti api, atau cemerlang. Jadi jhana bisa diterjemahkan sebagai keadaan mental yang cemerlang.

Sungguh waspada dan terpusat. Ketika seseorang mencapai jhana, pikirannya tertumpu pada satu objek saja, tidak terpencar sebagaimana biasanya, dan benar-benar penuh kewaspadaan dan terpusat.

Sebagai contoh, dari penjelasan jhana keempat di atas kita lihat bahwa kewaspadaan adalah sepenuhnya murni disini. Dimana pikiran tidak terpencar tetapi terpusat, berada pada keadaan yang murni cemerlang, dan dipenuhi oleh kebahagiaan.

Jadi makhluk yang mencapai jhana bisa terlahirkan di alam brahma berbentuk (rupaloka) dengan tubuh yang bersinar dan mengalami kebahagiaan yang sangat, untuk jangka waktu yang lama. Bagi banyak orang, tahap ini tidak mudah dicapai karena harus mampu melepaskan keterikatan-keterikatan.

Untuk alasan inilah, maka ia disebutkan sebagai pencapaian manusia yang luar biasa (uttari manussa dhamma) di dalam berbagai sutta. Empat jhana ini didefinisikan di berbagai sutta seperti berikut:

Jhana pertama
* Berhentinya persepsi terhadap kenikmatan duniawi
* Persepsi yang halus tapi nyata terhadap kegirangan dan kesenangan yang terlahir dari kesendirian (DN 9)
* Tidak terlihat oleh mara (MN 25)
* Lima penghalang ditinggalkan dan lima faktor jhana diraih (MN 43)
* Yang masih belum ditenangkan ke tingkat yang lebih tinggi (MN 66)
* Pikiran yang tertuju pada hal-hal yang tak bajik lenyap tanpa sisa (MN 78)
* Berhentinya batin yang masih berbicara (SN 36.11)
* Lenyapnya kesakitan tubuh (SN 48.4.10)
* Berada dalam kediaman yang bahagia (AN 6.29)
* Melampaui jangkauan mara (AN 9.39)

Jhana kedua
* Persepsi yang halus tapi nyata terhadap kegirangan dan kesenangan yang terlahir dari kesendirian (DN 9)
* Yang masih belum ditenangkan ke tingkat yang lebih tinggi (MN 66)
* Pikiran yang tertuju pada hal-hal yang bajik lenyap (MN 78)
* Tahap kesunyian Ariya (SN 21.1)
* Berhentinya pemikiran pemicu dan pemikiran yang bertahan (SN 36.11)
* Kegirangan yang lahir bukan dari hal-hal duniawi (SN 36.29)
* Kesedihan mental lenyap (SN 48.4.10)

Jhana ketiga
* Persepsi yang halus tapi nyata terhadap kesenangan dan keseimbangan batin (DN 9)
* Yang masih belum ditenangkan ke tingkat yang lebih tinggi (MN 66)
* Lenyapnya kegirangan (SN 36.11)
* Kesenangan yang lahir bukan dari hal-hal duniawi (SN 36.29)
* Kesenangan tubuh lenyap (SN 48.4.10)

Jhana keempat
* Persepsi yang halus tapi nyata terhadap yang bukan derita maupun senang (DN 9)
* Kewaspadaan (sati) yang murni dan keseimbangan batin yang sepenuhnya (MN 39)
* Seluruh tubuh dirembesi oleh pikiran yang terang dan murni (MN 39)
* Yang sudah tak dapat ditenangkan ke tingkat yang lebih tinggi (MN 66)
* Bisa berbicara dengan makhluk sorga dan keseluruhan dunia yang menyenangkan telah direalisasikan (MN 79)
* Keseimbangan batin yang bukan bersifat duniawi (SN 36.29)
* Berhentinya pernafasan (SN 36.11)
* Kesenangan mental lenyap (SN 48.4.10)
* Keluar dari tahap ini, dia berjalan, berdiri dan seterusnya dengan kebahagiaan yang terlahir dari ketenangan (AN 3.63)
* Menuntun pada penembusan yang sepenuhnya dari elemen yang tak terhitung (AN 6.29)

DN = Digha Nikaya
MN = Majjhima Nikaya
AN = Anguttara Nikaya
SN = Samyutta Nikaya

Kesimpulan
Pencapaian jhana bisa dicapai dengan obyek meditasi tetapi tidak semuanya karena ada obyek-obyek yang tidak bisa mencapai jhana. Apabila faktor-faktor jhana dapat menekan nivarana maka bisa mencapai jhana sesuai dengan tingkatan-tingkatan jhana itu sendiri.

Referensi :
Diputera, Oka. 2004. Meditasi. Jakarta: Vajra Dharma Nusantara.
Kaharudin, Pandit. 1991. Abhidhammatasangaha. Jakarta Pusat: Cv.Nitra Kencana Buana.
Sayadaw, Mahasi. 2001. Purpose Of Practising Kamatthana Meditation.Jakarta.
Dhammavuddho. 2009. Segenggam Daun Bodhi. Pemuda Theravada Sumatera Utara.